Warga yang menyaksikan parade kapal perang pada Hari Nusantara di Pelabuhan Tangkiang. FOTO ISKANDAR |
Oleh Iskandar Djiada
Menjaga Laut Merangkai Indonesia
BANGGAI RAYA-Dalam beberapa hari terakhir, Pelabuhan Tangkiang di ujung selatan Kecamatan Kintom, sontak terkenal. Tak hanya menjadi terkenal di kalangan warga Kabupaten Banggai, pelabuhan yang berjarak sekira 40 kilometer dari pusat Kota Luwuk itu, juga menjadi perhatian berbagai kalangan di Sulawesi Tengah dan bahkan nasional.
Ribuan warga, secara bergelombang mendatangi kawasan pelabuhan bongkar muat barang tersebut sejak hampir sepekan terakhir, menyusul penetapan kawasan itu sebagai lokasi peringatan Hari Nusantara. Bukan untuk melihat aktivitas harian pelabuhan, namun kedatangan warga, demi menyaksikan dan mengabadikan langsung alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang dimiliki TNI Angkatan Laut. Sejak pekan lalu, sejumlah kapal perang kebanggaan Republik Indonesia, memang berlabuh di dermaga Pelabuhan Tangkiang, sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Nusantara yang puncak acaranya jatuh pada Kamis, 13 Desember 2018, kemarin. Hari Nusantara, yang tahun 2018 ini digelar di Kabupaten Banggai dan dipusatkan di Pelabuhan Tangkiang, dihadiri langsung Mendagri Tjahjo Kumolo mewakili Presiden RI Joko Widodo.
Berbagai kegiatanpun digelar, mulai dari aksi bersih pantai yang sukses membuat kawasan pesisir pelabuhan itu menjadi super bersih, lomba mancing, bakti sosial kesehatan yang digelar di Puskemas Uling dan di atas kapal bantu rumah sakit KRI dr. Suharso-990, tour atau mengunjungi kapal perang bagi warga, hingga atraksi matra laut yang dipersembahkan oleh pasukan khusus TNI Angkatan Laut dari kesatuan Detasemen Jalamengkara (Denjaka), Komando Pasukan Katak (Kopaska) serta Batalyon Intai Amfibi (Taifib) Marinir. Berbagai atraksi mulai dari terjun payung, terjun bebas dari helikopter ke atas laut, terjun payung dengan sasaran pendaratan di atas ponton apung serta keahlian mengendarai jetski dan ditutup dengan parade kapal atau sailing pass, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi warga sejak masa awal latihan hingga puncak acara Kamis kemarin. TNI Angkatan Laut sendiri mendatangkan lima Kapal perang Republik Indonesia atau KRI, yakni KRI dr.Suharso, KRI Banda Aceh, KRI Madidihang, KRI Untung Suropati dan KRI Ajak, ditambah dengan satu unit kapal dari Bakamla.
Secara umum, seluruh rangkaian acara peringatan Hari Nusantara yang menyedot perhatian ribuan warga Kabupaten Banggai itu berlangsung lancar, aman dan sukses. Sebagaimana pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo, Kamis (13/12/2018), meski hanya dalam waktu singkat, namun Kabupaten Banggai bisa mempersiapkan dan menggelar kegiatan dengan baik serta sukses. Karenanya, Mendagri atas nama Presiden RI Joko Widodo, menyampaikan apresiasi pada Bupati Herwin Yatim dan jajarannya yang sukses menggelar kegiatan nasional tersebut.
Namun di balik suksesnya kegiatan, mungkin banyak yang belum terlalu paham dengan apa itu Hari Nusantara. Tak heran, bila beberapa hari sebelumnya, ada kelompok massa yang dengan pengetahuan terbatasnya, mempersamakan kegiatan Hari Nusantara dengan sebuah kegiatan lain. Beberapa pihak memang tidak paham atau bisa jadi buta sejarah tentang perjalanan bangsa sejak kemerdekaannya, hingga kemudian bisa memiliki kedaulatan penuh, termasuk berdaulat di laut.
Hari Nusantara yang setiap tahun diperingati tanggal 13 Desember, bermulai dari kondisi bangsa Indonesia pasca kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, yang oleh negara lain hanya diakui berdaulat di darat. Perairan yang mengelilingi pulau-pulau ketika itu, dianggap sebagai laut bebas. Kondisi ini tentu mengancam kedaulatan Republik Indonesia. Karenanya, di masa sistem parlementer dan kepala pemerintahan dijabat Perdana Menteri Republik Indonesia Djuanda Kartawidjaya, lahirlah gagasannya untuk menegakkan kedaulatan Indonesia yang seutuhnya dengan menjadikan laut sebagai bagian tak terpisahkan dari Republik Indonesia. Lahirlah dokumen yang disebut sebagai Deklarasi Djuanda.
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya, dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia, tetapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik pulau terluar (kecuali Irian Jaya), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI sepanjang 8.069,8 mil laut.
Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya delarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas oleh Presiden Megawati dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional tidak libur.
Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan: (1) bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri, (2) bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan, (3) ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia.
Dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan : (1) untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat, (2) untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan, (3) untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.
Dekalarsi Djuanda sendiri dianggap sebagai pernyataan resmi kemerdekaan yang kedua, karena mempertegas bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat di darat dan di laut. Laut bukanlah pemisah bagi pulau-pulau di gugusan kepulauan Republik Indonesia, namun pemersatu gugusan kepulauan tersebut. Menjaga laut dan kedaulatannya, sama dengan menjaga Indonesia, sebab laut adalah kawasan yang merangkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah penetapan Hari Nusantara, pemerintah kemudian menunjuk Kementerian Dalam Negeri sebagai penyelenggara, dengan operasional di lapangan dilakukan oleh oleh TNI Angkatan Laut, sebagai penjaga dan pengawal kawasan laut Republik Indonesia. Karenanya, peringatan Hari Nusantara sangat lekat dengan TNI Angkatan Laut, termasuk peringatan yang baru saja digelar di Pelabuhan Tangkiang, Kabupaten Banggai.
Selain untuk meneguhkan kedaulatan Indonesia di wilayah laut, Hari Nusantara juga menjadi momen untuk mengingatkan seluruh elemen bangsa bahwa di laut ada potensi kekayaan nasional yang besar, dan bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat serta pembangunan bangsa. Dalam istilah yang disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo kemarin, sudah saatnya bagi kita untuk tidak memunggungi laut.
Momentum Hari Nusantara, harus dimanfaatkan pula untuk mempertegas sikap seluruh elemen untuk menolak perusakan laut, dan siap melawan praktik-praktik perusakan sumber daya dan biota laut. Termasuk dalam hal terkecil, adalah menolak praktik tak terpuji yang menjadikan laut sebagai tempat berbagai jenis sampah. Dalam skala paling kecil inilah, seluruh elemen di Kabupaten Banggai bisa menunjukkan perannya untuk menjaga kawasan perairan agar tetap bersih dan lestari, sehingga bisa menjadi sumber kehidupan di masa mendatang. Selamat Hari Nusantara.**