Senyum Syuhada Jemput Kemerdekaan dan Sulitnya Bantuan Negara Arab
PALESTINA, satu-satunya negara di belahan dunia belum merdeka itu terus berjuang melepaskan diri dari penjajahan Israel. Ribuan senyum syuhada warga Palestina tak pernah pupus, seolah selalu menghiasi tabir perjuangan. Mereka tak pernah lelah, semangat mempertahankan akidah dan Mesjid Alquds, mesjid suci Umat Islam.Momen buka puasa bersama Syaikh Marwan Ata Mustafa Almalhi bersama para pewarta di Hotel Kota, Luwuk, Kabupaten Banggai, Sabtu (26/5/2018) ia menyampaikan banyak hal tentang Palestina.
OLEH: SUTOPO ENTEDING
Kisah heroik perjuangan warga Palestina melawan penjajah Israel selalu menarik perhatian publik. Di berbagai belahan dunia, khususnya negara-negara komunitas muslim, Palestina bukan hanya masalah masyarakatnya sendiri, tapi masalah bersama. Heroik, karena perlawanan tak seimbang. Warga Palestina hanya mengandalkan batu, intifhadah (pisau) berhadapan dengan tank lapis baja milik Israel, bangsa Yahudi.
Perjuangan berikut masalah Palestina cukup ‘legit’ diulik pewarta. Momen kehadiran para syaikh ketika bulan suci Ramadhan, merupakan kesempatan mendengarkan kisah langsung dari pelaku sejarah perang di Jalur Gaza. Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), lembaga kemanusiaan yang mengkhususkan diri membantu meringankan beban warga Palestina, setiap Ramadhan menghadirkan para syaikh dari Palestina untuk bertausiah di bulan penuh rahmah, sekaligus menggalang donasi.
Untuk Kabupaten Banggai, Syaikh Marwan Ata Mustafa Almalhi yang diutus. Kehadiran Syaikh Mustafa yang di-schedule KNRP Banggai ini berkesempatan bertemu pewarta di Luwuk. Cerita masalah Palestina hingga diskusi pun berlangsung.
Syaikh Marwan dalam penyampaiannya berbahasa Arab yang diterjemahkan Ketua KNRP Banggai, Iswan Kurnia Hasan mengawali pembicaraannya dengan menyampaikan kebagiaannya bisa hadir di Indonesia, khususnya di Kabupaten Banggai. Bahagia, karena dirinya merasa seperti di rumah sendiri. Jalinan Ukhuwah Islamiyahlah yang mempersatukan.
Dirinya mewakili warga Palestina menyampaikan ucapan terimakasih tak terhingga atas sikap Indonesia yang tidak mengakui Israel di tanah Palestina.
Terhadap wartawan, Syaikh Marwan pun tak lupa berterimakasih. Ia menilai, tulisan wartawan terhadap fakta Palestina adalah bagian dari bantuan perjuangan warga Palestina merebut kemerdekaan sejati. Menampilkan berita obyektif tentang Palestina untuk membuka cakrawala berpikir banyak orang. Bahwasanya demikianlah Palestina, bukan rekayasa.
Kali ini, ia hanya menjelaskan dua hal. Pertama, masalah akidah. Kedua, masalah politik. Masalah akidah di Palestina, karena Mesjid Aqsa adalah kiblat pertama Umat Islam. Sedangkan, politik dalam hal hal ini membicarakan sebuah negara yang harus merdeka bernama Palestina dan sampai hari ini masih dalam penjajahan Israel.
Ketika berbicara tentang akidah, maka akan melihat bahwa Alquran telah bicara, hadits Rasul bicara tentang Masjid Aqsa, cerita-cerita para sahabat juga tentang Mesjid Aqsa. Di dalam Alquran, Allah berfirman, maha suci Allah telah memperjalankan Rasulullah dari Mesjidil Haram ke Mesjidil Aqsa. Ayat ini menggabungkan antara Mesjidil Haram di Mekkah dan Mesjid Aqsa di Palestina, seakan tidak ada keterpisahan di antara keduanya.
Rasulullah bersabda, “Kita tidak diharuskan bepergian, kecuali ke tiga mesjid, yakni Mesjid Nabawi di Madinah, Mesjidil Haram di Mekkah dan Mesjid Aqsa di Palestina”. Kembali Rasulullah menggabungkan tiga tempat suci.
Seorang sahabat Rasulullah, sahabat wanita pernah bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, “Apa yang harus kami lakukan di Mesjid Aqsa. Rasulullah menjawab, sholatlah di dalamnya kalau engkau mampu, kalau engkau tidak mampu, maka kirimkanlah niat untuk menerangi lampu-lampu yang ada di Mesjid Aqsa”. Artinya, semua rujukan di dalam Syariat Islam, membicarakan tentang Mesjid Aqsa. Ini menunjukkan keistimewaan MESJID AQSA di dalam Syarita Islam.
Oleh karena itu, warga Palestina datang ke Indonesia, karena keterkaitan Islamnya. “Kami datang ke Indonesia untuk mengunjungi saudara kami, kakak kandung terbesar kami yaitu Indonesia, untuk bersama-sama peduli dengan Mesjid Aqsa,” kata Syaikh Marwan.
Ia menjelaskan, setiap muslim wajib peduli dan mendukung terhadap Mesjid Aqsa, minimal dengan doa, minimal memberikan dukungan atau kalau tidak, bila memiliki kelebihan untuk menginfakkan sebagian dari harta. Rasulullah bersabda, “Seseorang yang tidak peduli terhadap sesama muslim, bukanlah bagian dari Islam”. Dan sebelumnya, Alquran menegaskan, sesungguhnya orang-orang muslim itu bersaudara, satu dengan yang lain.
Maka, tidak dikatakan seorang muslim apabila menyia-nyiakan Mesjid Haram, tidak dikatakan seorang muslim apabila menyia-nyiakan Mesjid Nabari, tidak dikatakan seorang muslim apabila menyia-nyiakan Mesjid Aqsa.
“Ini yang terkait dengan akidah ketika kita bicara tentang Palestina dan Mesjid Aqsa, tapi saya tidak ingin memperpanjang masalah ini, karena kita rata-rata sudah mengetahuinya sebagai seorang muslim,” jelas dia.
Yang menjadi titik tekannya adalah hal kedua. Unsur yang terkait dengan politik, hal yang terkait dengan kemanusiaan di Palestina. Hal yang terkait dengan hubungan sesama negara. Hubungan internasional yang terkait dengan Palestina.
Sampai saat ini, satu-satunya negara di dunia ini yang belum merdeka adalah Palestina. Dan terjajah di atas bumi hanya Palestina. “Sebagai seorang manusia normal dan merdeka, kita tidak akan mungkin mengakui sebuah negara dijajah oleh negara lain. Tapi sampai saat ini tetap dijajah oleh Israel,” katanya.
Palestina tutur dia, telah terjajah sejak tahun 1948. Penjajah Israel datang, lalu mencaplok satu demi satu tanah Palestina. Kemudian pada tahun 1967, boleh dikatakan seluruh wilayah Palestina sejak saat ini, sudah terjajah.
Ketika bicara Palestina, maka akan membicarakan dua jenis. Pertama, masyarakat Palestina yang mendiami wilayah Palestina yang sudah terjajah di tahun 1948 dan di tahun 1967. Jadi, ada wilayah-wilayah di dalam Palestina yang sampai saat ini masih dihuni warga Palestina akibat penjajahan dari tahun 1948 dan tahun 1967.
Kondisi mereka kalau tidak didzolimi di Palestina, maka mereka akan dipenjara, diberikan tindakan-tindakan kemanusiaan yang tidak beradab. Saat ini, Palestina adalah penjara terbesar di dunia.
Kedua, masyarakat Palestina yang terusir akibat penjajahan 1948 dan 1967. Sejak itu hingga kini, mereka tetap melakukan diaspora, tetap dicap sebagai pengungsi Palestina.
Jumlah masyarakat Paletina kira-kira 12 juta jiwa. Enam juta jiwa berada di Palestina, 6 juta masyarakat lainnya atau setengah berada di luar Palestina, di kamp pengungsian yang berada di Suriah, Lebanon, Yordania, Mesir dan negara-negara lain.
Fokus mereka di dalam penggalangan donasi dan Safari Ramadhan berkunjung ke negara-negara komunitas muslim adalah terkait dengan enam juta masyarakat yang ada di dalam Palestina. Mereka belasan tahun, puluhan tahun ternodai, didzolimi, dipenjara oleh Israel. Bahkan, belum lama ini masih ada syuhada yang gugur dari Palestina, masyarakat tidak berdoa pun gugur terjadi beberapa hari lalu.
Sejak dua bulan lalu dimulai aksi great return march atau aksi kepulangan akbar warga Palestina untuk masuk ke tempat Israel yang dulu merupakan tempat mereka. Sampai saat ini, telah gugur 100 orang lebih syuhada. Kira-kira 11 ribu orang terluka yang berada di rumah-rumah sakit di Palestina.
“Kita juga telah mengetahui bersama, terkait program Yahudisasi. Termasuk Yahudisasi di Mesjid Aqsa. Finalnya, ketika Presiden Amerika Donald Trump memindahkan ibukota Israel ke Yerusalem. Yerusalem adalah bahasa Arabnya adalah Alquds, tempat suci Umat Islam. Yang di dalamnya, terdapat Mesjid Aqsa. Berarti, seluruh wilayah Yerusalem, seluruh wilayah Alquds, seolah telah menjadi milik Yahudi. Seakan-akan telah berada di bawah kekuasaan Israel,” urai Syaikh Marwan.
Masyarakat Palestina meyakini dan tak pernah berubah bahwa Palestina ibukotanya adalah Alquds. Olehnya itu, beragam solusi yang diberikan dunia yang kemudian menggeser dan menodai, maka warga Palestina tidak akan pernah menerimanya. Misalnya, warga Palestina diminta bergeser dan diberikan imbalan yang cukup, tapi bagi warga Palestina tetap ibukotanya alquds, yang di dalamnya terdapat Mesjid Aqsa.
Ia menaruh harap, kasus Palestina bisa tetap hidup di setiap hati dan jiwa-jiwa merdeka kaum muslimin bahwa masih ada saudara di Palestina yang belum merdeka sampai saat ini.
Oleh karena itu, mereka sangat menghargai setiap dukungan, baik itu materi maupun bentuk maknawi. “Kami sangat menghargai dukungan kaum muslimim di belahan dunia terhadap kami yang belum merdeka,” ucap dia.
Mereka datang ke Indonesia, semata-mata mengajak untuk memberikan dukungan kepada Palestina. Mereka datang sebagai bentuk rasa syukur yang telah memberikan bantuan. “Kami berterimakasih kepada pemerintah Indonesia, saat ini ada rumah sakit yang berdiri di Palestina, Jalur Gaza hasil sumbangan Indonesia,” katanya.
Terimakasih kami juga disampaikan kepada lembaga-lembaga kemanusiaan, seperti KNRP yang telah menggalang donasi dari kaum muslimin Indonesia.
“Sekali lagi, kami ucapan terimakasih atas kehadiran dari teman-teman media. Apa yang ditulis teman-teman pers adalah salah satu bentuk dukungan terhadap perjuangan kami di Palestina,” apresiasi Marwan.
Ucapan terimakasih kepada Bupati Banggai yang telah mengumpulkan seluruh jajaran ASN dan mengajak berdonasi. “Mulai saat ini, kita membuka jalan pembebasan Palestina di bawah panji La Ilaha Illah, Muhammad Rasulullah,” serunya.
Setelah menyampaikan ceramahnya, Syaikh Marwan memberikan kesempatan kepada para pewarta untuk menyampaikan pertanyaan. Beragam pertanyaan muncul. Seperti, peran negara-negara Arab terhadap kondisi Palestina. Sebab, Palestina terletak di antara negara-negara Arab.
Menurut Syaikh Marwan, negara-negara Arab telah melakukan peran-perannya, tapi peran itu dirasakan belum cukup maksimal bagi warga Palestina. Seandainya, negara-negara Arab menjalankan perannya secara maksimal, sudah dari tahun-tahun lalu, masalah Palestina sudah selesai. Sayangnya, peran itu belumlah maksimal.
Lalu, apa peran yang belum maksimal dilakoni negara-negara Arab? Menurut dia, satu negara Arab saja bisa membebaskan Palestina. Hanya masalahnya dan sudah diketahui bersama bahwa negara-negara Arab memiliki keterkaitan dengan Amerika. Tidak ada yang benar-benar terbebas dari kepentingan luar negeri.
Syaikh Marwan tidak menyebut negara Arab. “Dan saya nasehati, antum (kalian dalam menulis berita) tidak mencantumkan negara Arab itu,” pinta Marwan.
Sebenarnya, dirinya tidak bicara fomalnya sebuah negara. Coba bayangkan, jumlah umat Islam di dunia, 1,5 miliar banyaknya melawan 12 juta jiwa penduduk Israel. Jumlah 1,5 miliar, maka berkali-kali lipat kekuatan militer Israel tentu bisa dikalahkan. Negara Islam di duinia ini sebanyak 54 negara dengan hanya melawan satu negara. Kalau sudah maksimal peran itu, maka selesai sudah Israel. Itulah masalahnya.
Peran ini tidaklah maksimal dilakukan.Olehnya itu, tidak bicara formal-formal negara, karena tidak pernah berhasil. Pada akhirnya kata dia, perjuangan itu harus dilakukan sendiri oleh warga Palestina sendiri pula.
Dulu, Indonesia selama 350 tahun dijajah oleh Belanda. Kenapa orang-orang muslim dari luar tidak datang ke Indonesia dan membantu? Dan permasalahan itu diselesaikan oleh orang muslim, orang Indonesia sendiri. Mereka yang membebaskan belenggu penjajahan. Dan Alhamdulillah, 70 tahun sudah Indonesia merdeka.
Sebagaimana Indonesia, sabar dan melawan penjajahan itu selama 350 tahun dan tidak semangat maupun keyakinan mereka untuk merdeka tetap membuncah. Seperti itulah semangat Palestina.
Palestina dan Mesjid Aqsa pernah dijajah oleh Pasukan Salib, 90 tahun lamanya, tapi mereka bersabar. Yakin dan percaya akan tetap berakhir. Setelah itu, datang Salahuddin Al Ayubi untuk membebaskan Mesjid Aqsa.
Penjajahan Isreal itu baru berumur 70 tahun. “Dan saya yakin Insya Allah, kami akan sholat di Mesjid Aqsa. Dan saudara-saudara sekalian, akan sholat di Mesjid Aqsa pada saat itu Mesjid Aqsa dalam keadaan merdeka,” kata Marwan.
Kalau seandainya masyarakat Palestina mau menyerah dan tidak mau jadi syuhada, maka mereka akan bisa hidup dalam kemakmuran. Karena begitu banyak iming-iming dan janji kemakmuran ketika keluar dari Palestina. “Tapi, kami tetap bertahan di Palestina, kami tetap memberikan para syuhada, agar suatu saat Palestina akan tetap merdeka,” tegasnya.
Diskusi menarik lainnya terkait dengan status Palestina yang tidak berhasil merdeka seperti layaknya Indonesia. Indonesia pun merdeka, salah satunya adalah pengakuan dari negara lain. Begitu kencangnya semangat negara luar termasuk Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina, tapi apa hasilnya hingga saat ini. Palestina pun belum merdeka.
Termasuk juga semangat mendukung kemerdekaan Palestina dari negara lain dengan menyumbang peralatan perang untuk mendukung perlawanan penjajah.
Menurut Syaikh Marwan, sampai saat ini Palestina belum merdeka. Sesuai makna kemerdekaan sesungguhnya yang didapat Indonesia pada tahun 1945. Di Palestina yang terjadi adalah disebut pemerintah otorita Palestina. Israel itu memberikan dua bidang tanah, yakni di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kemudian, diberikan pemerintah otorita Palestina, mengurusi masalah yang terkait dengan sipil dan kewarganegaraan. Itu saja yang diberikan.
Jadi yang diakui dan diakui negara internasional adalah pemerintah otoritas Palestina saja. Wilayah otonom yang berada di pemerintahan Israel. Di Indonesia seperti di Aceh, tapi itu bukan sebuah kemerdekaan. Hanya disebut pemerintah otorita. “Inilah yang kami katakana Palestina belum merdeka,” kata dia.
Jika ditanyakan, apa yang telah dilakukan oleh warga Palestina? Siapa yang memberikan para syuhada? Siapa yang telah memberikan penjarah di Israel, siapa yang memberikan janda-janda di Palestina? Gugurnya warga, anak-anak, orang tua, wanita tak berdosa? Jawaban semua itu adalah Palestina.
Permasalahannya adalah mereka berjuang dengan tidak memiliki senjata. Mereka berjuang dengan batu, berjuang dengan intifhadah (pisau). Itu masalahnya. “Kalau ditanya apa yang telah kami lakukan, kami sudah lakukan segala hal,” ungkap dia.
Sejak tahun 1948, masyarakat Palestina telah melawan. Telah ada perjuangan besar. Ada nama Fajar Husain yang membuat perlawanan besar. Ada pula yang dipimpin Izzudin Alkassaf, pahlawan Palestina yang sangat fenomenal.
Perlawanan ini beralih ke politik, bukan hanya benturan fisik semata. Pada tahun 1965, berdiri Palestine Liberation Organisation atau disingkat PLO. Terus tahun 1987, berdiri Hammas. Ini semua didirikan untuk perlawanan, baik politik maupun fisik dan bentuk perlawanan yang lainnya. Artinya, masyarakat Palestina tidak pernah berhenti melawan.
Sementara terkait dengan bantuan persenjataan untuk bisa beradu perlawanan dengan Israel, Syaikh Marwan mengungkap tidak ada. Kenapa demikian? Ungkapan awalnya bahwa negara Arab masih bergantung dengan negara luar adalah jawabannya. Bagaimana mungkin ekonominya bergantung pada negara lain, dapat memberikan bantuan semisal persenjataan kepada Palestina. Sedangkan Israel seperti negara kuat, karena di bawah kendali negara luar yang menjadi sumber ketergantungan ekonomi negara-negara Arab.
Meskipun syuhada berguguran dan sulitnya bantuan negara-negara Arab, tapi warga Palestina tetap berjuang dan yakin seyakinnya bahwa kemerdekaan itu akan tetap mereka raih. ***
#Kabupaten Banggai #banggairaya