Bantuan DSLNG Dinilai Lukai Nurani Warga Batui

FORUM Pemuda Batui saat menggelar jumpa pers. FOTO: HERU HIDAYATULLAH
BANGGAI RAYA- Forum Pemuda Batui (FPB) menyesalkan konsep pemberdayaan PT Donggi Senoro Liquified Natural Gas (DSLNG) selama ini. Sesal itu, karena dinilai tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat Batui sebagai daerah terdampak yang berada tepat di pusat aktivitas perusahaan. Bahkan beberapa program nilai mereka, cenderung melukai nurani masyarakat Batui sendiri.

Sikap sesal itu diungkap anggota Forum Pemuda Batui, Zukran Nasrudin Hi Haran dalam jumpa persnya, di Kafe Coklat Luwuk, Minggu(17/2/2019).

Pemberian bantuan terhadap pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada di Teluk Lalong dan hibah dua unit bus untuk pelajar dinilai tidak tepat sasaran. Menurutnya, DSLNG sebagai perusahaan yang memberikan bantuan bisa menitipkan pesan ke Pemda Banggai agar salah satunya diberikan di wilayah Batui.

Di Batui, ada ratusan siswa yang berjalan kaki pulang pergi dari dan menuju ke sekolah hingga 5 KM jaraknya. Sayangnya, program penyediaan sarana transfortasi pelajar ini tidak diberikan untuk mengangkut pelajar Batui. ”Persoalannya apakah DSLNG mau atau tidak mau, komitmen memperhatikan daerah terdampak di Batui,” terangnya. 



Belum lagi bantuan UKM yang belum lama ini diberikan DSLNG sekira Rp286 juta ditujukan untuk pelaku UKM di Luwuk. Hal ini sangat melukai nurani. Apalagi, selama ini baik perusahaan DSLNG tidak menyentuh pelaku UKM Batui.

Bahkan, di Batui ada adagium membandingkan manfaat kehadiran DSLN dengan Sangkakala (koperasi simpan pinjam, red), masyarakat menilai Sangkakala lebih membawa manfaat terhadap masyarakat Batui. Betapa tidak, ketika mereka butuh bantuan, tidak butuh waktu lama segera teratasi. Hal tersebut menunjukkan penilaian pemberian manfaat.

“Okelah, ada beberapa bantuan CSR dari perusahaan, tapi kami melihat kurang tepat sasaran. Mereka justru merealisasikannya di luar Batui,” keluhnya.

Contoh lainnya di Desa Uso. Masyarakat sudah terserang penyakit gatal-gatal. Belum lagi dampak kebisingan yang harus diterima. Namun ketika hal ini dikeluhkan ke perusahaan, pihak perusahaan selalu memberikan jawabannya bahwa hal itu terjadi karena biang keringat, alergi atau salah makan.

DSLNG katanya, hanya sebatas melucurkan bantuan berupa sandal atau topi berlogo DSLNG yang selalu diagung-agungkan perusahaan yang katanya sudah banyak membantu .

“Program kedepannya yang mampu menanggulangi dampak yang akan kita rasakan. Belum ada tanda-tanda bisa merubah wajah Batui, apalagi penerima mesin-mesin katinting setiap tahunnya hanya itu-itu saja. orang yang punya hubungan dekat yang punya kekerabatan dengan orang-orang DSLNG” jelasnya.

Sebelum keberadaan DSLNG, masyarakat Batui dan sekitarnya adalah petani dan nelayan. Ketika perusahaan ini hadir, masyarakat diajarkan cara bertani dan cara memancing. Padahal wilayah laut yang dahulunya tempat menangkap ikan yang melimpah justru sudah menjadi daerah terlarang. Ditambah lagi, kebun masyarakat terjual sebagai tempat beraktivitasnya perusahaan.

“Perusahaan hanya habis di bantuan bibit rica (cabai) dan perahu. Seharusnya perusahaan turut serta mencerdaskan kehidupan anak-anak Batui,” jelas Razwin Baka, tokoh Pemuda Batui yang juga seorang pengacara di Luwuk.

Meski mengakui ada beasiswa untuk sebagian kecil bagi anak-anak Batui dari perusahaan migas ini, namun dinilai hanya sekadar formalitas. Sebab, bantuan beasiswa tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan sebagai daerah penghasil migas.

Beasiswa itu kata Iwin sapaan akrab Razwin Baka, seharunya berhubungannya dengan pertambangan. Tentu kelak, mereka yang mendapatkan beasiswa akan menerapkan ilmunya ke perusahaan yang ada di daerahnya. Namun DSLNG memberikan beasiswa di bidang pertanian.

“Perusahaan yang sudah kurang lebih 7 tahun beroperasi di Batui tidak ada untungnya bagi masyarakat. Malah rugi yang didapat. Saya pernah diskusi dan mempertanyakan ke salah seorang leader perusahaan DSLNG, katanya kami itu membayar pajak besar ke pemerintah. Pertanyaannya kenapa pembangunanya lebih banyak ke kota tidak ke daerah dampak. Minimal kamu bantu sektor pendidikan, perusahaan itu pongo (tuli) dorang tutup talinga,” sorot Iwin.

Bahkan, ketika masyarakat Batui ingin mediasi minta bertemu pimpinan perusahaan DSLNG yang mereka temui justru masyarakat lokal sendiri. Hal tersebut dinilai sebagai upaya perusahaan untuk mengadu domba sesama masyarakat Batui. “Kita dikase baku toki dengan sama-sama torang (kami),” ujarnya.

“Dorang (mereka) lebih utamakan yang berotot, siapa yang bernyali itu yang diutamakan, itu sudah jadi budaya,” bebernya.

Tak hanya itu, perusahaan yang katanya sudah memberikan bantuan lapak ikan di Pasar Batui, malah faktanya penjual ikan lebih banyak berjualan di pinggir jalan. Itu menunjukkan kehadiran DSLNG tidak mampu menggerakkan perekonomian masyarakat Batui seperti yang selalu dijanjikan ketika pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Babasal.

“Kalau hasil dari nelayan dibeli perusahaan sendiri, namun faktanya penjual ikan malah banyak berhamburan di jalan. Los yang diberikan DSLNG tidak digunakan, karena di dalam tidak ada yang beli, perusahaan itu menganaktirikan Batui. Itu baru persoalan kecil, tapi sangat berdampak di masyarakat,” timpal Amin Aman, salah seorang aktivis Batui.

Forum Pemuda Batui ini menilai salah satu solusi yang ditawarkan untuk pemberdayaan pelaku UKM di Batui adalah pihak perusahaan mengalokasikan dana sedikitnya Rp5 miliar dan menitipkan ke bank untuk dikelola. Seperti halnya dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), pemerintah pusat menitip dana ke bank untuk dikucurkan ke masyarakat. HRC

Share
Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami melalui halaman kontak

LATEST ARTICLES